Minggu, 30 Oktober 2011

tugas metode riset (ubah judul)

PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO
SULAWESI TENGAH OLEH MALAYSIA

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar belakang

Biji kakao merupakan salah satu komoditas andalan sektor perkebunan, yang peranannya penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Biji kakao merupakan salah satu komoditi ekspor yang mempunyai keunggulan komparatif yang merupakan modal utama yang harus ada pada suatu produk untuk memiliki kekuatan kompetitif. Disamping itu biji kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri yang diharapkan mampu berperan sebagai salah satu komoditi yang akan menciptakan tricle down effect dalam perekonomian nasional dan daerah. Di sisi lain, komoditas biji kakao menempati peringkat ke tiga pada ekspor sektor perkebunan dalam menyumbang devisa negara, setelah komoditas karet dan CPO. Pada 2006 ekspor biji kakao Indonesia mencapai US$ 975 juta atau meningkat 24,2% dibanding tahun 2005 (Dinie Suryani & Zulfebriansyah, 2007).
Jika dilihat dari segi kualitas, biji kakao Indonesia tidak kalah dengan biji kakao terbaik dunia, apabila dilakukan fermentasi dengan baik, kakao Indonesia dapat mencapai cita rasa setara dengan biji kakao yang berasal dari Ghana. Biji kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh, sehingga cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar biji kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri
Pemanfaatan tanaman kakao di Indonesia mengalami peningkatan dari sisi keragaman produk dan kegunaan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dian Anggraeni Elisabeth tentang pembuatan nata de kakao yang baik untuk kesehatan (Tabloid Sinar Tani, 2006). Selain itu upaya diversivikasi dari tanaman kakao ini tidak hanya untuk produk makanan dan minuman yang sudah umum dikenal oleh masyarakat, namun dalam perkembangannya dapat dimanfaatkan untuk kecantikan (masker kakao), sabun mandi dari sari kakao dan limbah dari tanaman yang berupa daun dan kulit buah kakao dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak sebagaimana hasil penemuan pusat Penelitian Kopi dan Kakao (PPKK) Jember. Penulis menduga daun kakao mengandung minyak kerena sangat mudah terbakar dalam keadaan basah, namun dugaan ini memerlukan penelitian yang lebih lanjut.


1.2 Penelitian Terdahulu
1. M.E Perseveranda (2005), dalam tesisnya yang berjudul “Analisis
Permintaan Ekspor Kopi Daerah NTT oleh Jepang”. Penelitian ini
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan uji asumsi klasik.
Variabel dependen yang digunakan adalah permintaan ekspor kopi daerah
NTT oleh Jepang, sedangkan variabel independennya adalah Harga Kopi
Robusta dunia, Harga Kopi Arabika dunia, Kurs, GNP perkapita Jepang dan
konsumsi Kopi Jepang. Hal-hal yang dapat diperoleh dan diketahui dari hasil
penelitian ini adalah :
a) Variabel Harga Kopi Robusta dunia berpengaruh negatif terhadap
permintaan ekspor Kopi daerah NTT oleh Jepang, dimana pengaruhnya
dalam jangka pendek tidak signifikan, namun dalam jangka panjang
signifikan
b) Dalam jangka pendek dan jangka panjang, variabel Harga Kopi Arabika
dunia berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor Kopi daerah NTT
oleh Jepang, hal ini berarti Kopi Arabika merupakan substitusi bagi Kopi
Robusta, namun pengaruhnya tidak signifikan.
c) Dalam jangka pendek, variabel Kurs Valuta Asing Rp/US$ berpengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap permintaan ekspor Kopi daerah NTT

1.3 motivasi penelitian
Untuk menganalisa permintaan kakao Indonesia terhadap Malaysia.dan untuk mengetahui bagaimana hubungan ekspor kakao Indonesia terhadap  negara Malaysia  serta menganalisis keuntungan indonesia dalam melakukan kegiatan ekspor kakao dan permasalah ekspor itu sendiri.


1.4 Rumusan Masalah
Sulawesi Tengah merupakan produsen biji kakao terbesar kedua setelah Sulawesi Selatan dan berdasarkan data yang ada bahwa hingga tahun 2004, lebih dari 70 % produksi biji kakao Sulawesi Tengah diperuntukan untuk pasar ekspor.
Selain harga, sangat penting untuk mengetahui volatilitas harga dari komoditi yang bersangkutan. Volatilitas harga dapat diartikan sebagai ketidakteraturan dari data harga yang ada. Pergerakan harga komoditi biji kakao di pasar internasional sangat dipengaruhi oleh supplay dan demand biji kakao dunia. Volatilitas harga dapat mempengaruhi keputusan para eksportir untuk menahan atau melepas biji kakaonya. Disisi lain volatilitas harga dapat mempengaruhi keputusan importir dan produsen yang menggunakan biji kakao sebagai input dalam produksinya.
Selain harga dan volatilitasnya, inflasi negara tujuan ekspor mempengaruhi perubahan ekspor suatu negara. Inflasi dapat digunakan sebagai ukuran daya beli masyarakat suatu negara. Menurut Tajerin dan Mohammad Noor (2004), situasi ekonomi negara tujuan ekspor diharapkan akan tetap baik dan sisi permintaan tetap terjaga dengan inflasi yang rendah. Pokok permasalahan dari penelitian ini adalah mengapa permintaan ekspor biji kakao Sulawesi Tengah oleh Malaysia, mengalami fluktuasi. Dengan tingkat inflasi Malaysia relatif rendah, nilai tukar Rupiah yang cenderung mengalami depresiasi terhadap Dollar Amerika Serikat, ekspor biji kakao Sulawesi Tengah seharusnya naik.

1.5 tujuan penelitian

a) Menganalisis pengaruh harga biji kakao terhadap permintaan ekspor biji kakao Sulawesi Tengah oleh Malaysia.
b) Menganalisis pengaruh volatilitas harga biji kakao internasional terhadap permintaan ekspor biji kakao Sulawesi Tengah oleh Malaysia.
c) Menganalisis pengaruh inflasi Malaysia terhadap permintaan ekspor biji kakao Sulawesi Tengah oleh Malaysia.
d) Menganalisis pengaruh kurs terhadap permintaan ekspor biji kakao Sulawesi Tengah oleh Malaysia.
e) Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi Malaysia terhadap permintaan ekspor biji kakao Sulawesi Tengah oleh Malaysia.


BAB II

 2.1 landasan teori

-Teori Permintaan
Teori permintaan adalah teori yang menjelaskan mengenai banyaknya
jumlah barang yang diminta oleh konsumen yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan yaitu harga barang,
pendapatan, harga barang lain, selera, serta faktor-faktor lain yang dianggap
ceteris paribus

-Ada Teori klasik, Merkantilis. Para penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi suatu negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikit mungkin impor.

-teori Adam Smith yang berpendapat bahwa sumber tunggal pendapatan adalah produksi hasil tenaga kerja serta sumber daya ekonomi. Dalam hal ini Adam Smith sependapat dengan doktrin merkantilis yang menyatakan bahwa kekayaan suatu negara dicapai dari surplus ekspor. Kekayaan akan bertambah sesuai dengan skill, serta efisiensi dengan tenaga kerja yang digunakan dan sesuai dengan persentase penduduk yang melakukan pekerjaan tersebut. Menurut Smith suatu negara akan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut bisa menghasilkan barang dengan biaya yang secara mutlak lebih murah dari pada negara lain, yaitu karena memiliki keunggulan mutlak dalam produksi barang tersebut.

-Teori Modern seperti  John Stuart Mill dan David Ricardo. Teori J.S.Mill menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar).

-Teori perdagangan internasional diketengahkan oleh David Ricardo yang mulai dengan anggapan bahwa lalu lintas pertukaran internasional hanya berlaku antara dua negara yang diantara mereka tidak ada tembok pabean, serta kedua negara tersebut hanya beredar uang emas. Ricardo memanfaatkan hukum pemasaran bersama-sama dengan teori kuantitas uang untuk mengembangkan teori perdagangan internasional. Walaupun suatu negara memiliki keunggulan absolut, akan tetapi apabila dilakukan perdagangan tetap akan menguntungkan bagi kedua negara yang melakukan perdagangan.

2.2 tinjauan Riset Terdahulu
Perkembangan Ekspor Impor Indonesia akan berpengaruh atau tidak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesai akan sangat tergantung pada struktur komoditas andalan ekspor Indonesia. Indonesia sebagai negara kecil di pasar global untuk hampir semua produk ekspor, artinya Indonesia adalah price taker. Kondisi ekspor nasional juga tergantung pada harga komoditas dunia dan nilai tukar.
Berdasarkan hasil penelitian ini ,merekomendasikan bahwa Indonesia sebaiknya
meningkatkan mutu ekspor Kakao Indonesia terutama kakao dari Sulawesi tengah agar dapat menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi bagi devisa Negara.


2.3 Pengembangan Hipotesis
:1. Harga biji kakao Indonesia diduga berpengaruh negatif terhadap
permintaan biji kakao malaysia. Dimana apabila harga biji kakao
Indonesia meningkat maka akan menyebabkan penurunan permintaan
biji kakao malaysia.
2. Kurs atau nilai tukar mata uang Rupiah terhadap US$ diduga
berpengaruh negatif terhadap permintaan biji kakao malaysia. Hal ini
berarti apabila terjadi apresiasi kurs Rupiah terhadap US$ maka akan
menyebabkan penurunan permintaan biji kakao malaysia.
3. Gross Domestic Product (GDP) Malaysia diduga berpengaruh positif
bagi permintaan biji kakao Indonesia oleh malaysia. GDP
menunjukkan gambaran suatu kemampuan akan perekonomian negara
yang bersangkutan, apabila GDP negara tersebut semakin tinggi maka
semakin mampulah negara tersebut dalam melakukan perdagangan
internasional.
4. Harga biji kakao dari negara pesaing (Ghana) diduga berpengaruh
positif terhadap permintaan biji kakao malaysia, dimana apabila harga
biji kakao dari negara pesaing (Ghana) tersebut semakin meningkat dan
lebih tinggi daripada harga biji kakao Indonesia, maka hal ini akan
menyebabkan peningkatan permintaan biji kakao malaysia.

 nama:eko prasetyo
 npm:16209162
 kelas:3EA12












Jumat, 14 Oktober 2011

TUGAS SOFTSKIIL (PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH KONSUMEN)

BAB 1
                                                        PENDAHULUAN
Keputusan pembelian yang dilakukan konsumen akan mencakup pertimbangan berbagai aspek. Pada umumnya konsentrasi pemasaran lebih diarahkan pada keputusan tentang pemilihan alternatif terhadap merk produk tertentu. Walaupun demikian, ini bukan berarti bahwa keputusan pembelian akan di tentukan oelh keputusan merk individual saja. Harus juga diingat bahwa, konsumen mengambil keputusan untuk membeli didasarkan atas suatu hierarki proses.
Di dalam proses penetuan alternatif keputusan pada setiap hierarki, seorang konsumen juga menentukan sumbert informasi yang akan dijadikan dasar pengambilan keputusan. Beberapa sumber informasi yang dapat dipergunakan oleh konsumen antar lain: dealer, keluarga, teman, dan, media massa.
                                                                                                      
BAB II.
                                                        PEMBAHASAN

2.1 MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN
Model ini dirancang untuk menghubungkan berbagai gagasan pengambilan keputusan dan perilaku konsumsi konsumen yang relevan menjadi suatu keseluruhan yang berarti. Model tersebut mempunyai tiga komponen utama, yaitu : masukan, proses, dan         keluaran.

    A)MASUKAN
        Komponen masukan dalam model pengambilan keputusan konsumen mempunyai berbagai pengaruh luar yang berlaku sebagai sumber informasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi nilai-nilai, sikap, dan perilaku konsumen yang berkaitan dengan produk. Yang paling utama di antara berbagai macam factor masukan ini adalah berbagai kegiatan bauran pemasaran perusahaan yang berusaha menyampaikan manfaat produk dan jasa mereka kepada para konsumen potensial dan pengaruh sosialbudaya di luar pemasaran, yang jika dihayati dengan mendalam akan mempengaruhi keputusan konsumen.
-Masukan       Pemasaran
Kegiatan pemasaran perusahaan merupakan usaha langsung untuk mencapai, memberikan informasi, dan membujuk konsumen untuk membeli dan menggunakan produknya. Masukan kepada proses pengambilan keputusan konsumen ini mengambil bentuk berbagai strategi bauran pemasaran, khususnya yang terdiri dari produk itu sendiri ; iklan di media massa, pemasaran langsung, penjualan personal, dan berbagai usaha promosi lainnya ; kebijakan harga ; dan pemilihan saluran distribus untuk memindahkan produk dari pabrikan kepada konsumen.

-Masukan Sosiobudaya
          masukan yang kedua, lingkungan sosiobudaya, juga mempenyai pengaruh yang sangat besar terhadap konsumen. Masukan sosiobudaya terdiri dari berbagai macam pengaruh nonkomersial. Contohnya, komentar teman, editorial di surat kabar, pemakaian oleh anggota keluarga, artikel pada Consumer Reports, atau pandangan para konsumen berpengalaman yang ikut serta dalam kelompok diskusi khusus di Intenet, semuanya itu merupakan sumber informasi nonkomersial.

B)PROSES
               Komponen proses dalam model ini berhubungan dengan bagaimana cara konsumen mengambil keputusan. Bidang psikologis mewakili pengaruh dalam diri ( motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan sikap ) yang mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan konsumen ( apa yang mereka butuhkan atau inginkan, kesadaran mereka terhadap berbagai pilihan produk, kegiatan mereka dalm pengumpulan informasi, dan penilaian mereka mengenai berbagai alternative)
-Pengenalan         Kebutuhan
Pengenalan kebutuhan mungkin terjadi ketika konsumen dihadapkan dengan “ suatu masalah “. Di kalangan konsumen, terdapat 2 gaya pengenalan kebutuhan atau masalah yang berbeda. Beberapa konsumen merupakan tipe keadaan yang sebenarnya, yang merasa bahwa mereka mempunyai masalah ketika sebuah produk tidak dapat berfungsi secara memuaskan ( seperti telepon tanpa kabel yang terus menerus dalam keadaan statis ). Sebaliknya, konsumen lain adalah tipe keadaaan yang diinginkan, dimana bagi mereka keinginan terhadap sesuatu yang baru dapat mengerakkan      proses  keputusan.



-Penelitian sebelum pembelian
Penelitian sebelum pembelian dmulai ketika konsumen merasakan adanya kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Konsumen biasanya mencoba mengingat sebelum mencari berbagai sumber informasi eksternal yang berhubungan dengan konsumsi tertentu. Pengalaman yang lalu dianggap sebagai sumber informasi internal. Semakin besar kaitannya dengan pengalaman masa lalu, semakin sedikit informasi luar yang mungkin dibutuhkan konsumen untuk mencapai keputusan. Banyak keputusan konsumen yang didasarkan kepada gabungan pengalaman yang lalu ( sumber internal ) dan informasi pemasaran dan non komersial ( sumber eksternal ). Tingkat risiko yang dirasakan juga dapat mempengaruhi tahap proses        pengambilan     keputusan.

-Penilaian alternative
Ketika menilai berbagai alternatif potensial, para konsumen cenderung menggunakan 2 macam informasi, yaitu : ( 1 ) “ daftar “ merk yang akan mereka rencanakan untuk dipilih ( serangkaian merk yang diminati ) dan ( 2 ) criteria yang akan mereka pergunakan untuk menilai setiap merk. Melakukan pilihan dari contoh semua merk yang mungkin dapat dipilih merupakan karakter manusia yang membantu menyederhanakan      proses  pengambilan     keputusan.

-Rangkaian merk yang diminati
Dalam konteks pengambilan keputusan konsumen, rangkaian merk yang diminati mengacu kepada merk-merk khusus yang dipertimbangkan konsumen dalam melakukan pembelian dalam kategori produk tertentu. Rangkaian merk yang diminati seorang konsumen dibedakan dari rangkaian merk tidak layak yang terdiri dari berbagai merk yang tidak menarik perhatian konsumen karena dirasakan tidak mempunyai      keuntungan       khusus  apapun.

-Kriteria yang digunakan untuk menilai merek
Kriteria yang digunakan para konsumen untuk menilai merk u=yang merupakan rangkaian merk yang mereka sukai biasannya dinyatakan dari sudut-sudut sifat produk  yang     penting.Jika perusahaan mengetahui bahwa para konsumen akan menilai berbagai alternatif, mereka kadang-kadang membuat iklan dengan cara memasukan criteria yang harus digunakan   oleh konsumen dalam menilai suatu produk atau jasa. Kita semua mungkin telah mempunyai berbagai pengalaman dalam membandingkan atau menilai berbagai merk atau model suatu produk dan menemukan satu produk yang betul-betul terasa, kelihatan, dan atau bekerja dengan baik.
-kaidah keputusan konsumen
kaidah keputusan konsumen yang sering disebut heuristic, strategi keputusan, dan strategi pengolahan informasi, merupakan prosedur yang digunakan oleh konsumen untuk memudahkan dalam pemilihan merk. Kaidah ini mengurangi beban untuk membuat keputusan yang kompleks dengan memberikan garis pedoman atau menjadikannya kebiasaan sehingga menjadikannya proses yang tidak memberatkan.Kaidah keputusan konsumen secara luas telah diklasifikasikan menjadi 2 kategori besar, yaitu : kaidah keputusan pengimbang dan bukan pengimbang. Dalam mengikuti kaidah keputusan pengimbang, konsumen menilai pemilihan merk dari sudut setiap sifat yang relevan dan menghitungkan skor yang diberi bobot dan dijumlahkan untuk setiap merk. Skor yang dihitung menggambarkan manfaat-relatif merk sebagai pilihan pembelian yang potensial. Asumsinya adalah bahwa konsumen akan memilih merk yang mempunyai skor tertinggi diantara berbagai alternatif yang dinilai.

  Keistimewaan kaidah keputusan pengimbang yang unik adalah kaidah ini memungkinkan penilaian suatu merk positif atas sau sifat untuk mengimbangi penilaian yang negatif atas suatu sifat lainnya. Contohnya, penilaian positif atas penghematan energi yang dimungkinkan pada suatu merk atau tipe lampu pijar tertentu dapat mengimbangi penlaian yang tidak dapat diterima dari sudut berkurangnya keluaran cahaya lampu
 Sebaliknya, kaidah keputusan bukan-pengimbang tidak memungkinkan konsumen menyeimbangkan penilaian positif suatu merk atas satu sifat dengan penilaian negative atas produk ( yang tidak dapat diterima ) mengenai keluaran cahayanya tidak dapat dimbangi oleh penilaian positif penghematan energinya. Yang termasuk ke dalam tiga kaidah bukan-pengimbang, yaitu : kaidah konjungtif, kaidah bukan-konjungtif,dan kaidah eksikografis
-Gaya Hidup sebagai Strategi Keputusan Konsumen
Keputusan perorangan atau keluarga yang diambil demi untuk gaya hidup tertentu ( misalnya, para pengikut yang taat terhadap agama tertentu ) berpengaruh pada berbagai perilaku khusus konsumen sehari-hari. Contohnya : The Trends Research Institute telah mengenali “ kesederhanaan yang disengaja “ sebagai salah satu dari sepuluh kecendrungan gaya hidup tahun 1990-an. Mereka memperkirakan bahwa pada tahun 2000, 15 persen dari semua boomer akan mencari gaya hidup yang lebih sederhana dengan berkurangnya penekanan pada pemilikan dan barang pemilik.

-Informasi yang tidak Lengkap dan Alternatif yang Tidak Dapat Dibandingkan
Dalam berbagai situasi pilihan, para konsumen sering menghadapi informasi yang tidak lengkap sebagai dasar keputusan dan harus menggunakan berbagai strategi alternatif untuk mengatasi unsure-unsur yang hilang. Hilangnya informasi mungkin diakibatkan oleh iklan atau kemasan yang hanya mengemukakan sifat-sifat tertentu, ingatan konsumen yang tidak sempurna terhadap sifat-sifat alternatif yang tidak dikemukakan, atau karena beberapa sifat harus dialami dan hanya dapat dinilai setelah produk digunakan. Ada 4 strategi alternatif yang dapat digunakan para konsumen untuk mengatasi informasi yang hilang :
1. Konsumen dapat menunda keputusan sampai informasi yang hilang diperoleh. Strategi ini mungkin digunakan untuk keputusan yang berisiko tinggi.
2. Konsumen dapat mengabaikan informasi yang hilang dan memutuskan untuk meneruskan dengan kaidah keputusan yang ada ketika itu.
3. Konsumen dapat mengubah strategi keputusan yang biasa digunakan dengan strategi yang dapat mengsi informasi yang hilang dengan lebih baik.
4. Konsumen dapat menduga ( “membangun” ) informasi yang hilang.

-Serangkaian        keputusan
Walaupun kita telah membahas keputusan pembelian seolah-olah merupakan keputusan tunggal, dalam kenyataan, suatu pembelian dapat mencakup sejumlah keputusan. Contohnya, ketika membeli sebuah mobil, konsumen terlibat dalam berbagai keputusan seperti memlih produsen atau negara asal mobil, agen penjual, pembiayaan, dan berbagai pilihan khusus. Dalam hal penggantian mobil, berbagai keputusan ini harus didahului oleh sebuah keputusan apakah akan menjual mobil yang dipunyai sekarang ini atau tidak.

-Kaidah keputusan dan strategi pemasaran
Pengertian mengenai kaidah mana yang akan digunakan konsumen dalam memilih produk atau jasa tertentu sangat berguna bagi para pemasar yang berkepentingan untuk merumuskan program promosi. Pemasar yang mengetahui dengan baik kaidah keputusan yang berlaku dapat mempersiapkan pesan promosi dalam format yang dapat mempermudah pengolahan informasi oleh konsumen. Pesan promosi bahkan dapat menganjurkan bagaimana para konsumen potensial sebaiknya mengambil keputusan.

-Visi konsumsi
          peneliti baru-baru ini mengemukakan “ visi konsumsi “ sebagai gambaran pengambilan keputusan yang tidak ortodoks, tetapi mungkin sekali akurat dalam situasi kurangnya pengalaman konsumen dan tidak ortodoks, tetapi mungkin sekali akurat dalam situasi kurangnya pengalaman konsumen dan tidak terstrukturnya masalah dengan baik, maupun dalam situasi yang diliputi emosi yang dalam. Dalam keadaan seperti ini, konsumen dapat berpaling kepada visi konsumsi, yaitu suatu gambaran batin atau bayangan visual mengenai hasil-hasil pemakaian tertentu dan/atau berbagai konsekuensi konsumsi. Visi-visi tersebut memungkinkan para konsumen membayangkan atau seolah-olah benar-benar ikut mengkonsumsi sebuah produk atau jasa sebelum mengambil keputusan yang sebenarnya.

C)KELUARAN
      posisi keluaran dalam model pengambilan keputusan menyangkut dua kegiatan pasca-pembelan yang berhubungan erat dengan : perilaku pembelian dan penilaian pasca-pembelian. Tujuan kedua kegiatan itu adalah untuk meningkatkan kepuasaan konsumen terhadap pembeliannya.

-Perilaku pembelian
Para konsumen melakukan tiga tipe pembelian : pembelian percobaan, pembelian ulangan, dan pembelian komitmen jangka panjang. Ketika konsumen membeli suatu produk ( atau merk ) untuk pertama kalinya dengan jumlah yang lebih sedikit dari biasannya, pembelian ini akan dianggap sebagai suatu percobaan. Jadi, percobaan merupakan tahap perilaku pembelian yang bersifat penjajakan di mana konsumen berusaha menilai suatu produk melalui pemakaian langsung.
Jika suatu merk baru dalam kategori produk yang sudah mapan ( pasta gigi, permen karet, atau cola ) berdasarkan percobaan dirasakan lebih memuaskan atau lebih baik daripada merk-merk lain, konsumen mungkin akan mengulangi pembelian. Perilaku pembelian ulang tersebut berhubungan erat dengan konsep kesetiaan kepada merk, yang diusahakan oleh kebanyakan perusahaan, karena menyumbang kepada stabilitas yang lebih besar di pasar.ercobaan tentu saja tidak selalu mungkin dilakukan. Contohnya, pada barang-barang yang paling tahan lama ( kulkas, mesin cuci, kompor listrik ), konsumen biasanya beralih secara langsung dari penilaian terhadap komitmen jangka panjang ( melalui pembelian ), tanpa kesempatan untuk percobaan yang sesungguhnya.


-Penilaian Pasca-Pembelian
      etika konsumen menggunakan suatu produk, terutama selama pembelian percobaan, mereka menilai kinerja produk tersebut sesuai dengan berbagai harapan mereka. Ada 3 hasil yang penilaian yang mungkin akan timbul, antara lain : ( 1 ) kinerja yang sesungguhnya sesuai dengan harapan yang menimbulkan perasaan netral ; ( 2 ) kinerja melebihi harapan, yang menimbulkan apa yang dikenal sebagai pemenuhan harapan secara positif ( yang menimbulkan kepuasaan ) ; dan ( 3 ) kinerja di bawah harapan, yang menimbulkan pemenuhan harapan secara negative dan ketidak puasaan. Unsur penting dalam penilaian pasca-pembelian adalah berkurangnya ketidakpastian atau keraguan konsumen mengenai pemilihan. Sebagai bagian dari analisis pasca-pembelian mereka, konsumen berusaha menyakinkan diri bahwa pilihan mereka merupakan pilihan yang bijaksana ; jadi, mereka berusaha mengurangi ketidakcocokan kognitif pasca pembelian.Tingkat analisis pasca-pembelian yang dilakukan para konsumen tergantung pada pentingnya keputusan produk dan pengalaman yang diperoleh dalam memakai produk tersebut. Jika produksi tersebut berfungsi sesuai dengan harapan, mereka mungkin akan membelinya lagi. Tetapi, jika kinerja produk mengecewakan atau tidak memenuhi harapan, mereka akan mencari berbagai alternatif yang lebih sesuai. Jadi, penilaian pasca-pembelian konsumen “ memberikan umpan balik “ seperti pengalaman terhadap psikologis konsumen dan membantu mempengaruhi keputusan yang berkaitan di waktu yang akan datang.


2.2 TIPE PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN
1. Keluasan pengambilan keputusan)Menggambarkan proses yang berkesinambungan dari pengambilan keputusan menuju kebiasan. Keputusan dibuat berdasrkan proses kognitip dari penyelidikan informasi dan evaluasi pilihan merek. Disisi lain, sangat sedikit atau tidak ada keputusan yang mungkin terjadi bila konsumen dipuaskan dengan merek khusus dan pembelian secara menetap.
2. Dimensi atau proses yang tidak terputus dari keterlibatan kepentingan pembelian yang tinggi ke yang rendah. Keterlibatan kepentingan pembelian yang tinggi adalah penting bagi konsumen. Pembelian berhubungan secara erat dengan kepentingan dan image konsumen itu sendiri. Beberapa resiko yang dihadapi konsumen adalah resiko keuangan , sosial, psikologi. Dalam beberapa kasus, untuk mempertimbangkan pilihan produk secara hati-hati diperlukan waktu dan energi khusus dari konsumen.Keterlibatan kepentingan pembelian yang rendah dimana tidak begitu penting bagi konsumen, resiko finansial, sosial, dan psikologi tidak begitu besar. Dalam hal ini mungkin tidak bernilai waktu bagi konsumen, usaha untuk pencarian informasi tentang merek dan untuk mempertimbangkan pilihan yang luas. Dengan demikian, keterlibatan kepentingan pembelian yang rendah umumnya memerlukan proses keputusan yang terbatas.Pengambilan keputusan vs kebiasaan dan keterlibatan kepentingan yang rendah vs keterlibatan kepentingan yang tinggi menghasilkan empat tipe proses pembelian konsumen.
Kemudian,ada 4 tipe proses pembelian oleh konsumen:
1. Proses “ Complex Decision Making “, terjadi bila keterlibatan kepentingan tinggi pada pengambilan keputusan     yang      terjadi.
2. Proses “ Brand Loyalty “. Ketika pilihan berulang, konsumen belajar dari pengalaman masa lalu dan membeli merek yang memberikan kepuasan dengan sedikit atau tidak ada proses pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Dua tipe yang lain dari proses pembelian konsumen dimana konsumen tidak terlibat atau keterlibatan kepentingan yang rendah dengan barangnya adalah tipe pengambilan keputusan terbatas dan proses inertia.
3.Proses “ Limited Decision Making “. Konsumen kadang-kadang mengambil keputusan walaupun mereka tidak memiliki keterlibatan kepentingan yang tinggi, mereka hanya memiliki sedikit pengalaman masa lalu dari produk tersebut.
4.Proses “ Inertia “. Tingkat kepentingan dengan barang adalah rendah dan tidak ada pengambilan keputusan. Inertia berarti konsumen membeli merek yang sama bukan karena loyal kepada merek tersebut, tetapi karena tidak ada waktu yang cukup dan ada hambatan untuk mencari alternatif, proses pencarian informasi pasif terhadap evaluasi dan pemilihan merek.

2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN KONSUMEN
a.Kebudayaan
Kebudayaan ini sifatnya sangat luas, dan menyangkut segala aspek kehidupan manusia. Kebudayaan adalah simbul dan fakta yang kompleks, yang diciptakan oleh manusia, diturunkan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan pengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat yang ada.                                                                                                                                                                                                                          b.Kelas sosial
Pembagian masyarakat ke dalam golongan/ kelompok berdasarkan pertimbangan tertentu, misal tingkat pendapatan, macam perumahan, dan lokasi tempat tinggal
c.Kelompok referensi kecil
Kelompok ‘kecil’ di sekitar individu yang menjadi rujukan bagaimana seseorang harus bersikap dan bertingkah laku, termasuk dalam tingkah laku pembelian, misal kelompok keagamaan, kelompok kerja, kelompok pertemanan, dll
d.Keluarga
lingkungan inti dimana seseorang hidup dan berkembang, terdiri dari ayah, ibu dan anak. Dalam keluarga perlu dicermati pola perilaku pembelian yang menyangkut:

• Siapa yang mempengaruhi keputusan untuk membeli.
• Siapa yang membuat keputusan untuk membeli.
• Siapa yang melakukan pembelian.
• Siapa pemakai produknya.
e. Pengalaman
Berbagai informasi sebelumnya yang diperoleh seseorang yang akan mempengaruhi perilaku selanjutnya
f. Kepribadian
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai pola sifat individu yang dapat menentukan tanggapan untuk beringkah laku
g. Sikap dan kepercayaan
Sikap adalah suatu kecenderungan yang dipelajari untuk bereaksi terhadap penawaran produk dalam masalah yang baik ataupun kurang baik secara konsisten. Kepercayaan adalah keyakinan seseorang terhadap nilai-nilai tertentu yang akan mempengaruhi perilakunya
h. Konsep diri
Konsep diri merupakan cara bagi seseorang untuk melihat dirinya sendiri, dan pada saat yang sama ia mempunyai gambaran tentang diri orang lain.                               
i.Konsumen Individu
Pilihan merek dipengaruhi oleh :
(1). Kebutuhan konsumen,
(2). Persepsi atas karakteristik merek, dan
(3).Sikap kearah pilihan. Sebagai tambahan, pilihan merek dipengaruhi oleh demografi konsumen, gaya hidup, dan karakteristik personalia.                               
J.pengaruh lingkungan Lingkungan pembelian konsumen ditunjukkan oleh (1). Budaya (Norma kemasyarakatan, pengaruh kedaerahan atau kesukuan), (2). Kelas sosial (keluasan grup sosial ekonomi atas harta milik konsumen), (3). Grup tata muka (teman, anggota keluarga, dan grup referensi) dan (4). Faktor menentukan yang situasional ( situasi dimana produk dibeli seperti keluarga yang menggunakan mobil dan kalangan usaha).                                                                                           
K.Marketing strategy
Merupakan variabel dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberitahu dan mempengaruhi konsumen. Variabel-variabelnya adalah
Barang, Harga, Periklanan, dan distribusi yang mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan. Pemasar harus mengumpulkan informasi dari konsumen untuk evaluasi kesempatan utama pemasaran dalam pengembangan pemasaran.
Ketika konsumen telah mengambil keputusan kemudian evaluasi pembelian masa lalu, digambarkan sebagai umpan balik kepada konsumen individu. Selama evaluasi, konsumen akan belajar dari pengalaman dan pola pengumpulan informasi mungkin berubah, evaluasi merek, dan pemilihan merek. Pengalamn konsumsi secara langsung akan berpengaruh apakah konsumen akan membeli merek yang sama lagi.

2.4 KEPUTUSAN PEMBELIAN
Di tahap pengevaluasian, konsumen menyusun peringkat merek dan membentuk kecenderuangan (niat) pembelian. Secara umum, keputusan pembelian konsumen akan membeli merek yang paling disukai, tetapi ada dua faktor yang muncul diantara kecenderungan pembelian dan keputusan pembelian.faktor pertama adalah sikap orang lain. Jika suami Anna Flores sangat merasa Anna harus membeli kamera yang harganya paling murah, maka kesempatan Anna membeli kamera mahal akan berkurang.Faktor kedua adalah faktor situasi tak terduga. Konsumen mungkin membentuk kecenderungan pembelian berdasar pada pendapatan yang diharapkan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan. Namun, keadaan tak terduga dapat mengubah kecenderungan pembelian, Anna Flores mungkin kehilangan pekerjaannya atau pembelian lainnya lebih mendesak atau mungkin temannya mengatakan kecewa terhadap kamera pilihannya yang juga kamera kesukaan Anna. Atau, pesaing dekat menurunkan harga. Jadi, preferensi dan kecenderungan pembelian tidak selalu menghasilkan pilihan pembelian aktual.
BAB III.
                                                  Penutup
3.1 KESIMPULAN
Keputusan konsumen untuk membeli atau tidak membeli suatu produk atau jasa merupakan saat yang penting bagi pemasar. Keputusan ini dapat menandai apakah suatu strategi pemasaran telah cukup bijaksana, berwawasan luas, dan efektif, atau apakah kurang baik direncanakan atau keliru menetapkan sasaran. Keputusan merupakan seleksi terhadap dua pilihan alternative atau lebih.



                                                    DAFTAR PUSTAKA

• Majalah SWA Sembada. No. 06/XIX/17-30 Maret 2005
• Majalah Marketing. No. 08/V/Agustus 2005
• Mowen, John C., Michael Minor. (1999). Consumer Behavior. 5th Edition. Prentice-Hall. New Jersey: Upper Saddle River.
• Solomon, Michael R. (2000). Consumer Behavior. Buying, Having and Being. 5th ed. Prentice Hall. New Jersey: Upper Saddle River.
• Sumarwan, Ujang, Dr. Ir, MSc. (2003). Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Edisi Pertama. Indonesia: Ghalia.
• Google search.


NAMA:EKO PRASETYO
NPM:16209162
KELAS:3EA12

Sabtu, 08 Oktober 2011

METODE RISET 2 (ANALISIS JURNAL)

Nama:EKO PRASETYO
Nmp:16209162
Kelas:3EA12

Jurnal 1

Judul: analisis factor-faktor yang mempengaruhi nilai ekspor Indonesia sebelum dan sesudah krisis moneter
krisis moneter
Pengarang:herdiansyah eka putra
tahun         :2009
tema          : kegiatan ekspor impor

LATAR BELAKANG

fenomena
Krisis moneter melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, yakni
lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup
dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak
seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian
diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang bertubi-tubi di tengah
kesulitan ekonomi seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena
musim kering panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama,
kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan
yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998 lalu dan
kelanjutannya. (Tarmidi, 1999).
Krisis moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia
di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia
(lihat World Bank: Bab 2 dan Hollinger). Yang dimaksud dengan
fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca
pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca
berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan
devisa masih cukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan
sedikit surplus. Namun di balik ini terdapat terdapat beberapa kelemahan
struktural seperti peraturan perdagangan domestik yang kaku dan berlarut-

penelitian sebelumnya
Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas Indonesia telah mencapai
83,88% dari nilai total ekspor Indonesia. Sementara itu pada tahun 1999
peran nilai ekspor non migas tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88% atau
nilainya 38.873,2 juta US dollar (turun 4,00 persen poin). Hal ini berkaitan
erat dengan krisis moneter yang melanda Indonesia. Tahun 2000 terjadi
peningkatan ekspor yang pesat, baik untuk total maupun tanpa migas, yaitu
menjadi 62.124,0 juta US dollar (27,66%) untuk total ekspor dan 47.757,4
juta US dollar (22,85%) untuk non migas. Namun peningkatan tersebut tidak
berlanjut di tahun berikutnya.
Pada tahun 2001 total ekspor hanya sebesar 56.320,9 juta US dollar
atau menurun 9,34%. Demikian juga untuk ekspor non migas yang menurun
8,53%. Di tahun 2002 ekspor kembali mengalami sedikit peningkatan
menjadi 57.158,8 juta US dollar atau naik 1,49%, hal yang sama terjadi pada
ekspor non migas, yang naik 3,12% menjadi 45.046,1 juta US dollar. Di
tahun 2003 ekspor mengalami peningkatan menjadi 61.058,2 juta US dollar
atau naik 6,82%. Hal yang sama terjadi pada ekspor non migas, yang naik
5,24% menjadi 47.406,8 juta US dollar. Tahun 2004 ekspor kembali
mengalami peningkatan menjadi 71.584,6 juta US dollar atau naik 17,24%.
Hal yang sama terjadi pada ekspor non migas, yang naik 18% menjadi
55.939,3 juta US dollar. Pada tahun 2005 ekspor juga mengalami peningkatan
menjadi 85.660,0 juta US dollar atau naik 19,66%, begitu juga dengan ekspor
non migas naik 18,75% menjadi 66.428,4 juta US dollar.

masalah
Berdasarkan uraian dan pertimbangan yang sejalan dengan latarbelakang masalah maka pokok permasalahannya adalah “Bagaimana dan
seberapa besar pengaruh Nilai Tukar (Kurs Valuta Asing), Inflasi, Produk
Domestik Bruto (PDB), Penanaman Modal Asing (PMA), dan Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) periode sebelum dan sesudah krisis terhadap
nilai Ekspor Indonesia

motivasi peelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini adalah :
1. Diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai kondisi
ekonomi dan perkembangan ekspor di Indonesia.
2. Sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah ini.
3. Sebagai bahan informasi dan bahan studi perbandingan untuk
penelitian atau kajian serupa.
4. Bagi pemerintah baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif
sebagai bahan rujukan dalam menentukan setiap kebijakan.

Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh Nilai Tukar
(Kurs Valuta Asing), Inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB), Penanaman
Modal Asing (PMA), dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN),
terhadap perkembangan nilai Ekspor yang ada di Indonesia.

Metode penelitian
Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel
independent (Kurs Valuta Asing, Inflasi, PDB, PMA, dan PMDN) terhadap
variabel dependent (Ekspor) maka digunakan model analisis Chow Test.
Adapun model yang digunakan :
Sebelum Krisis : Xt1 = λ1 + λ2 PDBt + λ3 It + λ4 PMAt + λ5 KURSt + λ6
1991. 1 – 1997. 2 PMDNt + Ut
Sesudah Krisis : Xt2 = β1 + β2 PDBt + β3 It + β4 PMAt + β5 KURSt + β6
1997. 3 – 2005. 4 PMDNt + Ut
Gabungan : X = α1 + α2 PDBt + α3 It + α4 PMAt + α5 KURSt + α6
PMDNt + Ut

Dimana,
X : Ekspor pada periode t
λ1, β1, α1 : Konstanta
λ2 – λ6, β2 – β6, α2 – α6 : Koefisien regresi
PDBt : Produk Domestik Bruto pada periode t
It : Inflasi pada periode t
PMAt : Penanaman Modal Asing pada periode t
KURSt : Kurs Valuta Asing pada periode t
PMDNt : Penanaman Modal Dalam Negri pada periode t
Ut : variabel pengganggu

hipotesis
Pengaruh inflasi domestik akan mengganggu kestabilan harga-harga
yang pada akhirnya akan membuat ketidakstabilan ekonomi, sehingga akan
menyebabkan kelesuan perekonomian dalam negeri. Inflasi yang tinggi di
dalam negeri menyebabkan turunnya laju ekspor karena volume produk untuk
ekspor turun dan harga barang ekspor menjadi kurang kompetitif di pasaran
Internasional sehingga mengurangi keuntungan ekspor secara riil.

hasil
Perkembangan Nilai Ekspor (juta US $), 1991-2005
tahun
Total ekspor
Ekspor non migas
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
29.142,4
33.967,0
36.823,0
40.053,4
45.418,0
49.814,8
53.443,6
48.847,6
48.665,4
62.124,0
56.320,9
57.158,8
61.058,2
71.584,6
85.660,0
18.247,5
23.296,1
27.077,2
30.359,8
34.953,6
38.093,0
41.821,1
40.975,5
38.873,2
47.757,4
43.684,6
45.046,1
47.406,8
55.939,3
66.428,4

















Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi ekspor adalah kurs
Valuta Asing. Dalam pembayaran transaksi kita dihadapkan pada dua macam
mata uang, yaitu mata uang domestik dan luar negeri. Adanya perbedaan
mata uang yang digunakan di negara pengekspor dengan negara pengimpor
mengakibatkan adanya masalah, antara lain Kurs Valuta Asing. Kurs Valuta
Asing merupakan harga valuta asing persatuan uang dasar yang didinyatakan
dalam mata uang negara yang bersangkutan (Soediono, 1991:100).
Kalau seseorang eksportir mengekspor sejumlah barang ke Amerika
Serikat, maka ekspor itu dinyatakan dengan mata uang dollar Amerika. Untuk
menyelesaikan pembayarannya, eksportir Indonesia harus menukarkan mata
uang rupiah dengan mata uang dollar (US dollar) berdasarkan perbandingan
Inflasi menjadi salah satu faktor lainnya yang dapat mempengaruhi
ekspor. Inflasi pada dasarnya merupakan situasi yang sangat komplek, baik
dari segi penyebabnya maupun pengaruhnya. Masalah inflasi sudah dialami
oleh sebagian besar negara yang ada di dunia, terutama oleh negara-negara
yang sedang membangun dengan tingkat yang berbeda-beda. Tingkat inflasi,
yaitu prosentase kecepatan kenaikan harga-harga dalam suatu tahun tertentu,
biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menunjukkan sampai dimana
buruknya masalah ekonomi yang dihadapi.

implikasi
Perlu adanya studi lanjutan tentang studi kasus mengenai analisa ekonomi komoditas unggul untuk memaksimalkan hasil ekspor.


Jurnal 2

Judul Jurnal : Analisis Perkembangan Ekspor dan Pengaruhnya terhadap pertumbuhan Ekonomi Indonesia-Lihan,
Pengarang: Irham and Yogi
Tahun: (2003)
Tema : kegiatan Ekspor Impor

Latar belakang masalah

                     Fenomena
Perkembangan ekspor impor di Indonesia memangmembutuhkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Pihak – pihak terkait  yang memang menjadikan bisnis ekspor impor ini sebagai mata pencaharian.

                      penelitian sebelumnya
Perkembangan Ekspor Indonesia akan berpengaruh atau tidak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesai akan sangat tergantung pada struktur komoditas andalan ekspor Indonesia. Indonesia sebagai negara kecil di pasar global untuk hampir semua produk ekspor, artinya Indonesia adalah price taker. Kondisi ekspor nasional juga tergantung pada harga komoditas dunia dan nilai tukar.

                    motivasi penelitian
Keyakinan bahwa negara kita bisa mengekspor barang – barang buatan sendiri dengan kualitas yang tidak kalah baik dari negara tetangga.

 Masalah
Indonesia belum bisa menghasilkan barang buatan sendiri dengan kualitas dan harga yang baik. Indonesia sendiri masih sering dibayangi rasa takut akan gagal panen yang sering dialami. Ketidakberdayaan pemerintah untuk mengajak masyarakat agar melakukan diversifikasi, membuat Indonesia masih sering bergantung pada barang-barang impor.

Tujuan penelitian ini :
Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan ekspor Indonesia dan pengaruh pertumbuhan ekspor pada pertumbuhan GDP Indonesia.

METODE PENELITIAN
Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan metode meta-analisis yaitu metode survey yang dilakukan terhadap data-data yang terdapat di dalam beberapa Jurnal penelitian dan artikel. Pengumpulan data yang di download dari Badan Pusat Statistik (BPS),Departemen Perdagangan (Depdag), Departemen Pertanian (Deptan) dan Bulog. Pengumpulan data juga diperoleh dari data sekunder eksternal yang merupakan data dari luar, dan Data kualitatif yang bersifat tidak terstruktur.

Data dan sampel
Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang merupakan data dari luar. Pengumpulan data disusun dalam data urut waktu (time series) dari tahun 1983 sampai dengan tahun 2001.

Variabel
Variabel terdiri dari Ekspor tahun berjalan, Ekspor tahun lalu, (ekspor – impor) tahun lalu, Hutang LN tahun lalu, Devaluasi dari tahun 1984-2001.

Tahapan Penelitian
Tahapan Penelitian disini menggunakan Riset data yang telah tersedia. Dengan adanya data urutan waktu yang telah diringkas.

hipotesis
Dengan meningkatnya perkembangan ekspor akan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi domestik. Jika Indonesia hanya didominasi oleh komoditas ekspor yang keempat, maka perkembangan ekspor indonesia tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi domestik

Hasil dan analisis
Secara umum komoditas indonesia di kelompokan menjadi empat macam (A)komoditas ekspor indonesia dari hasil komponen impor rendah kekuatan modal produksinya sepenuhnya di kuasai oleh pemodal nasional (b )komoditas impor yang modal produksinya kuasai oleh pihak asing (c) komoditas ekspor dari hasil impor tinggi di kuasai oleh pemodal nasional (D) komoditas ekspor dari hasil impor tinggi dikuasai oleh pihak asing sepenuhnya.dan dari ke empat hasil komoditas tersebut indonesia dapat melakukan perkembangan ekonomi karena dari hasil ekspor tersebut banyak keuntungan yang di dapat bagi indonesia

implikasi
Komoditas ekspor Indonesia harus bisa dikembangkan. Tidak hanya dibidang pertanian saja, tetapi disemua bidang. Ekspor Indonesia jangan hanya bergantung pada bahan mentah sumber daya alam. Itu hanya membuat negara kehilangan potensi menyejahterakan dan memeratakan pembangunan bagi rakyat dalam jangka panjang.

Jurnal 3

Judul:permintaan impor gula indonesia
Pengarang: desy maharani
Tahun :2006
Tema: kegiatan ekspor impor

Latar Belakang

Fenomena
Gula merupakan komoditi penting bagi Indonesia. Selain sebagai salah
satu bahan makanan pokok, gula juga merupakan sumber kalori bagi masyarakat
selain beras, jagung dan umbi-umbian. Sebagai bahan pemanis utama, gula
digunakan pula sebagai bahan baku pada industri makanan dan minuman.
Keberadaan pemanis buatan dan pemanis lainnya sampai saat ini belum
sepenuhnya bisa menggantikan keberadaan gula pasir. Karenanya gula menjadi
semakin penting perannya pada kebutuhan pangan masyarakat.
Membicarakan gula sebagai komoditi tentu saja tidak dapat dilepaskan
dari sejarah keberadaan industri gula di Indonesia. Jika dilihat dari sejarah
perkembangannya, industri gula di Indonesia diperkenalkan oleh pemerintah
kolonial Belanda pada abad ke 19 untuk tujuan ekspor. Indonesia terutama Jawa
pernah mengalami jaman keemasan dalam produksi gula tebu pada tahun 1928.
Dalam tahun 1928 ini industri gula menghasilkan tiga perempat dari ekspor Jawa
keseluruhan dan industri ini telah menyumbang seperempat dari seluruh
penerimaan pemerintah Hindia Belanda. Pada masa itu terdapat 178 pabrik gula
yang mengusahakan perkebunan di Jawa dengan luas areal tebu yang dipanen
kira-kira 200.000 hektar dengan produktivitas 14,8 persen dan rendemen
mencapai 11-13,8 persen telah menghasilkan hampir 3 juta ton gula.

Penelitian Terdahulu
1. Ernawati dan Isang Gonarsyah
Ernawati dan Isang Gonarsyah meneliti mengenai analisis ekonometrik
pasar gula Indonesia memasuki era liberalisasi. Pada penelitian ini dikemukakan
sistem persamaan model dasar dan model perdagangan bebas struktur pasar gula
Indonesia yang diantaranya membahas masalah impor gula. Di dalam persamaan
model dasar dan model perdagangan bebas untuk impor gula sama yaitu bahwa
variabel impor dipengaruhi oleh harga riil gula dunia (PW), total produksi (P),
jumlah populasi (POP), pendapatan (I), nilai tukar (ER) dan impor tahun
sebelumnya (QMt-1) dan merupakan penjumlahan dari permintaan gula rumah
tangga dan industri. Persamaan impor tersebut sebagai berikut :
0 1 2 3 4 5 6 4 QM t = d + d PWt + d QPt + d POP + d I + d ER + d QM t 1+U
= QDRT t +QDINDt
Hasil yang diperoleh adalah bahwa secara keseluruhan hasil analisis
regresi menunjukkan keragaan impor gula dengan cukup baik dijelaskan oleh
peubah-peubah harga gula dunia, produksi gula, jumlah populasi, pendapatan per
kapita, nilai tukar rupiah terhadap dolar dan impor tahun sebelumnya. Namun dari
keenam peubah tersebut hanya dua peubah yang berpengaruh nyata pada impor
yaitu nilai tukar dan populasi. Nilai tukar rupiah terhadap dolar berpengaruh
negatif dengan elastisitas 0,33, sedangkan populasi berpengaruh positif dengan
elastisitas 0,52.
2. M. Faruk Aydin, Ugur Ciplak dan M. Eray Yucel
Penelitian tentang model permintaan impor dan penawaran ekspor di Turki
oleh M. Faruk Aydin, Ugur Ciplak dan M. Eray Yucel mengemukakan bahwa
impor dipengaruhi oleh nilai tukar dan pendapatan nasional. Dalam penelitian ini
dikemukakan model permintaan impor oleh Khan (1974) pada periode 1951-1969
yang menyebutkan bahwa impor dipengaruhi oleh nilai satuan impor (PM),
tingkat harga domestik (PD) dan GNP riil (Y) negara tersebut. Fungsi permintaan
impor tersebut adalah :
logM d = a + a log(PM / PD ) + a logY +U 0 1 2
Selanjutnya Bahmani Oskooee dan Niroomand (1998) menggunakan model
sebagai berikut :
 logM = a + blog(PM / PD) + c logY + e
Hasil penelitian M Faruk Aydin ini menunjukkan bahwa peningkatan
pendapatan dan atau nilai tukar mengakibatkan kenaikan impor. Koefisien untuk
pendapatan adalah 1,999429 dan untuk nilai tukar sebesar 0,403059.

Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan
bahwa terjadi permasalahan akibat volume impor gula yang relatif tinggi dan
menurunnya produksi gula nasional. Impor gula yang begitu besar dengan
peningkatan yang terjadi secara drastis seharusnya tidak terjadi pada negara besar
seperti Indonesia karena hal ini akan berpengaruh buruk pada keberlangsungan
industri gula dalam negeri dan ketahanan pangan nasional. Kebijakan pemerintah
yang melepaskan penguasaan tataniaga gula dari Bulog di tahun 1998 merupakan
salah satu penyebab utama meningkatnya impor gula ini. Selain itu penurunan
secara drastis produksi gula dalam negeri juga ikut berperan di dalamnya. Pada
tahun 1997 produksi gula dalam negeri mencapai 2,2 juta ton, namun kemudian
pada tahun 1999 merosot ke tingkat 1,5 juta ton. Merosotnya jumlah produksi
semakin memperparah ketergantungan kita akan gula impo


motivasi
1. Bagi penentu kebijakan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan
pertimbangan dalam pembuatan keputusan dan kebijakan dalam hal
pergulaan di Indonesia.
2. Bagi pembaca dapat digunakan sebagai masukan untuk dikembangkan
dalam penelitian lebih lanjut.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya
impor gula di Indonesia.
2. Untuk menganalisis elastisitas impor masing-masing faktor yang
berpengaruh pada impor gula di Indonesia.

hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Produksi gula di dalam negeri berpengaruh signifikan terhadap volume impor
gula Indonesia.
2. Produksi gula di dalam negeri satu tahun sebelumnya berpengaruh signifikan
terhadap volume impor gula Indonesia.
3. Harga gula lokal berpengaruh signifikan terhadap volume impor gula
Indonesia.
4. Harga gula di pasar dunia berpengaruh signifikan terhadap volume impor gula
Indonesia.
5. Pendapatan perkapita berpengaruh signifikan terhadap besarnya impor gula
Indonesia.
6. Pendapatan perkapita satu tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap
besarnya impor gula Indonesia.

METODE PENELITIAN
Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dari variabel-variabel terkait adalah sebagai berikut
1. Impor gula Indonesia (M) adalah total volume impor gula Indonesia yang
diimpor dari berbagai negara dalam satuan ribuan ton yang diambil dari
www.fao.org.
2. Produksi gula di dalam negeri (PDN) adalah produksi gula di dalam negeri
dalam laporan produksi gula terbitan P3GI dengan satuan ribuan ton.
3. Produksi gula di dalam negeri tahun t-1 (PDNt-1) adalah produksi gula di
dalam negeri satu tahun sebelumnya dalam laporan produksi gula terbitan
P3GI dengan satuan ribuan ton.
4. Harga gula lokal (HDN) adalah harga gula pasir lokal rata-rata pada
perdagangan besar di beberapa propinsi di Indonesia dalam Statistik Harga
Perdagangan Besar terbitan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rupiah per
kilogram.
5. Harga gula di pasar dunia (HPD) adalah harga rata-rata tahunan perdagangan
gula dunia berdasarkan London Daily Price dalam satuan Cents / pounds yang
diambil dari yang diubah dalam rupiah per kilogram.
6. Pendapatan perkapita (Y83) adalah pendapatan nasional dibagi jumlah
penduduk atas dasar harga konstan tahun 1983 yang diperoleh dari Statistik
Indonesia terbitan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam satuan rupiah.

Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu
(time series) tahun 1980 sampai tahun 2003 yang merupakan data sekunder yang
bersumber dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, P3GI (Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia) di Pasuruan, dan www.ers.usda.gov

Hasil
Produksi gula di dalam negeri berpengaruh negatif secara signifikan terhadap
volume impor gula dengan elastisitas sebesar -1,307. Artinya perubahan satu
persen produksi gula dalam negeri akan mengakibatkan penurunan volume
impor gula sebesar -1,307 persen. Hal ini disebabkan karena impor dilakukan
apabila produksi lokal tidak mencukupi, karenanya besarnya produksi menjadi
pertimbangan penting dalam menentukan volume gula yang akan diimpor. Hal
ini menunjukkan hubungan saling menggantikan (substitusi) antara gula lokal
dan gula impor. Atau dengan kata lain kelebihan permintaan (excess demand)
pada komoditi gula yang tidak terpenuhi oleh produksi gula dalam negeri
dapat digantikan oleh adanya gula impor yang masuk. Semakin besar produksi
gula, semakin kecil gula impor yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan
masyarakat, sehingga produksi berpengaruh negatif terhadap volume impor
gula. Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (1999) juga memasukkan faktor
produksi gula dalam negeri sebagai faktor yang berpengaruh pada volume
impor gula Indonesia.

Implikasi
Indonesia jangan hanya bergantung pada impor prodak asing.Itu hanya membuat negara kehilangan potensi menyejahterakan dan memeratakan pembangunan bagi rakyat dalam jangka panjang.dengan memberdayakan potensi gula naisonal pemerintah tidak hanya mensejahterakan rakyat.indonesia pu dapat mengekspor produk gulanya ke luar negeri.